Just My Thoughts; Perlukah Kartu Jakarta Jomblo?

Suatu hari, saya hanya sedang mengobrol dengan teman mendiskusikan perihal yang mungkin, tidak terlalu penting bagi sekian banyak orang. Ya, saya rasa hidup memang sudah seharusnya tidak melulu serius. Bukankah permasalahan yang ada di Indonesia ini sudah terlalu rumit? untuk menemukan titik fokusnya saja seringkali kehilangan arah. Jangankan Indonesia, diri sendiri pun begitu. Hal - hal tadi membuat saya seringkali berpikir betapa hebatnya para pemimpin, mereka bukan hanya memikirkan tentang dirinya saja, melainkan berjuta-juta masyarakat. Apa mereka pernah tidur? Apa mereka pernah merasakan "gabut" ? Istilah generasi milenial masa kini yang seringkali mereka lontarkan saat tidak tahu akan menghabiskan waktu untuk apa, dan hanya bisa berdiam diri dalam rumah, duduk dalam zona paling nyaman. Jangan berpikir, saya merendahkan orang - orang yang menghabiskan waktunya dengan kegabutan. Percayalah, saya adalah ahlinya.

Akhir - akhir ini, kegabutan membawa saya seringkali memikirkan banyak hal. Salah satunya yang  paling mengganjal di dalam hati saya sampai saat ini adalah, berita tentang adanya Kartu Jakarta Jomblo, Sudah pasti kartu tersebut ditujukan kepada masyarakat yang belum mempunyai pasangan. Jujur, ketika mendengar info ini, saya tidak habis pikir dan masih bertanya - tanya akan kebenarannya. Hasilnya, sudah jelas banyak media yang membenarkan peluncuran KJJ ini. Lantas, bagaimana kelanjutannya? Bagaimana reaksi masyarakat terhadap satu program kerja yang menurut saya, sama sekali bukan jalan dari penyelesaian beribu masalah yang ada dalam Ibukota? Dari sekian banyak masalah, apakah ini solusi nyata untuk pengangguran, pungli, banjir, infrastruktur, fasilitas masyarakat? Untuk masalah personal mempunyai pasangan, sungguh hal tersebut bukan masalah. Dalam segala jenis agama dan keyakinan apapun, baik itu atheist, hal tersebut adalah pilihan setiap orang. Pilihan untuk melepas masa lajangnya di usia berapa pun, tidak akan menjadikan suatu masalah selama itu menjadi pilihan hidupnya. Satu hal yang saya kutip, tujuan dari Sandiaga Uno meluncurkan KJJ ini adalah memudahkan orang mempunyai pasangan agar "bahagia". Saya rasa, bahagia itu relatif. Tidak selamanya yang mempunyai pasangan merasakan dampak bahagia dalam hidupnya. Definisi bahagia bagi setiap orang sudah pasti berbeda, ya seperti pendapat.

Lalu, beliau mengaitkan KJJ sama seperti proses ta'aruf, kakak saya sendiri menikah dengan proses tersebut, dan tidak menjalin hubungan layaknya seperti orang pacaran pada umumnya. Proses ta'aruf ini benar - benar serius, kedua pihak bertemu untuk tujuan yang jelas yaitu menikah. Renggang waktu dari awal perkenalan sampai pada persiapan menikah kurang lebih hanya satu bulan, karena mereka memang sudah mempunyai tujuan ke arah yang lebih serius, dan siap secara batin, fisik, maupun finansial. Lalu, apa KJJ menerapkan hal yang sama? Saya yakin, prosesnya akan sangat rumit dan tidak sesuai dengan yang seharusnya, jangan sampai ini menjadi ajang "kesenangan" para pemuda - pemudi yang memang belum serius untuk menjalin hubungan. Jangan sampai akhirnya KJJ ini disalahgunakan oleh banyak oknum.

Bolehkah saya kembali lagi terhadap Pilkada yang memakai Isu SARA sebagai strategi politik? Saya rasa, KJJ ini bukanlah obatnya. KJJ malah menyempitkan pemikiran setiap orang untuk menjalin silaturahmi, bahkan ke jenjang yang lebih serius. Bagaimana dengan saudara - saudara yang tidak menganut agama Islam, yang memang berdomisili di Jakarta, dan tidak mempunyai pasangan. Apakah mereka pun harus mengikuti KJJ ini? Bukankah adanya KJJ ini malah memperkeruh kembali suasana, yang diharap damai setelah akhirnya Ok Oce memenangkan Pilkada. I know, you are the one that capability enough in our government, but please dont be that silly. :)

Masyarakat sekarang pintar mengkritisi para pemerintahnya, namun ternyata permainan dibalik layar kaca, meja hijau, dan pemerintahan lebih hebat. Sayangnya, kalian para pemimpin minim rasa peduli terhadap generasi kami. Sungguh, saya sangat mengagumi seorang pemimpin. Namun, bukan pemimpin yang seperti ini. Saya harap selanjutnya, program kerja anda memang benar - benar bisa menyelesaikan masalah. Bukan lagi - lagi, yang berbau personal.

Comments