Rasanya Menjadi "Introvert"

 Awalnya gue nggak pernah paham apa arti dari istilah Introvert, Extrovert, Ambivert yang seolah olah mewakili kepribadian setiap orang. Dengan mengetahui orang tersebut adalah sosok Introvert misalnya; sudah pasti terlintas dalam benak kalian bahwa sosok Introvert adalah orang yang senang dengan kesendirian, kaku, susah bergaul, pemilih, dan benar - benar tertutup. Semua yang terpikirkan tentang seorang Introvert memang ada kalanya benar. Namun, bukan berarti setiap hari mereka tidak memerlukan kegiatan yang melibatkan banyak orang, atau hiruk pikuk suasana kota besar. Tidak sama sekali, kita semua tahu kalau manusia sifatnya memang saling membutuhkan.

Gue sendiri nggak lagi berpikir mengapa gue dilahirkan sebagai seorang introvert, karena nyatanya lingkungan dimana tempat gue tumbuh dan berkembang akhirnya mendukung sikap gue untuk menjadi Introvert. Salah satu hal yang harus gue terima dalam hidup. Ada kalanya gue selalu ngerasa risih buat sesuatu hal yang gue pikir sebenernya nggak layak untuk dilakuin seumuran orang dewasa. For example; kemana - mana nggak bisa sendiri, dan terlalu melebihkan segala sesuatu hal yang nyatanya nggak sebanding sama orang lain yang bener-bener lagi struggling sama kehidupannya sekarang. I feel sick for that sometimes but I fake it. Kenyataannya, gue nggak pernah berani buat speak up atau ngutarain kegelisahan gue secara langsung, even that person is extremely close to me. I'd just think and think again, dan selalu bilang ke diri gue pribadi "hmm nggak deh..." as always like that. Gue terkadang merasa nggak pantes buat terlalu banyak ikut andil dalam kehidupan seseorang. Gue terlalu takut untuk masuk ke dalam kehidupan seseorang, karena gue juga nggak pernah ingin seseorang melakukan hal yang sama untuk itu. Is that wrong? Segala sesuatu yang berlebihan gue rasa emang nggak akan pernah baik ujungnya, kalimat itu yang akhirnya beneran gue terapin di hidup gue sendiri. Gue yakin dari cerita gue itu, udah bisa disimpulin kalau gue adalah Introvert yang pemilih.

But actually, in real life.... trust me i have a lot of friends that i do not know they are really friends or not. Ya menjadi seorang introvert tidak lantas menutup diri gue menjalin relasi dengan orang - orang sekitar. Karena gue juga merasa gue memiliki hobi yang cukup mengesankan diri gue sendiri. At least i'm a lil bit proud for this habbit. Hobi gue yang mendengarkan keluh kesah, motivasi, atau sekedar cerita dan guyonan seorang teman akhirnya menyentuh hati teman - teman gue sekalian, karena kayaknya di dalam generasi milenial sulit sekali untuk menemukan segelintiran orang dengan pendengaran yang baik. Maksud gue, orang orang yang masih bisa nurunin egonya buat sekedar naro handphone dengerin cerita yang temen lo omongin, we have to do it often actually. It is reduces the awkward moment of course.

Tapi lagi - lagi, nggak selamanya gue nyaman dengan keadaan itu. Gue sebisa mungkin selalu menarik diri meskipun cuma buat beberapa hari. Gue akan terus seperti itu. Gue bisa diem di kamar selama 3 hari bahkan lebih, dan gak merasakan tekanan batin atau stres karena nggak berinteraksi dengan banyak orang. Gue bahkan bener - bener menghindari kontak dengan orang - orang terdeket gue. Gue juga bisa untuk gak angkat telepon, menunda bales chat, even it's urgent. Tapi sebenernya hal ini lah yang selalu buat gue insecure sama diri sendiri, gue merasa bersalah (sometimes). But in another day. i feel like its fine..and nothing is wrong with what I did.

Andai gue bukan seseorang yang introvert, mungkin gue udah jadi public speaker atau MC yang lumayan dapet job di beberapa tempat. Karena tbh gue kagum sama seseorang yang bisa se-confident itu buat tampil di depan khalayak umum.

Ada kejadian terbaru yang gue alamin waktu jadi narasumber di talkshow yang gue buat sama temen - temen untuk tugas salah satu mata kuliah, mungkin gue adalah narasumber yang paling gugup untuk tampil even in class.

Sampe salah satu temen kelas gue bilang "Itu si Nafilah kemarin, dia merah banget gitu pipinya pas maju, kalau cepet malu gimana dia bisa jadi jurnalis (wartawan)?"
Sebenernya, saat itu gue pengen balik ngomomg "Emangnya jadi jurnalis cuma harus punya skill ngomong di depan umum? Kalo wawasan gak ada, apa yang bakal lo tanya atau sampein?"

Namun, gue urungkan niat untuk membalas celotehan si teman kelas ini, karena bisa aja hubungan gue sama dia nggak berakhir baik akhirnya, dan mencoba mengambil sisi baiknya. Mungkin dia lagi nyemangatin gue buat jadi lebih baik lagi, caranya aja yang nggak menyenangkan.

Entahlah, menjadi introvert tidak pernah serumit ini sebelumnya.


Comments